PT Inti Indorayon Utama, Buah Simalakama bagi Sumut Kompas/surya makmur nasution SAAT ini sungguh tidak mudah untuk meramalnasib PT Inti Indorayon Utama (PT IIU), di Porsea, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara (215 km selatan Medan). Apakah perusahaan pulp dan rayon yang dihentikan kegiatannya oleh mantan Presiden Habibie pada 19 Maret 1999 ini akan beroperasi kembali bagian pulp-nya atau tutup untuk selama-lamanya. BOLEH dikatakan, kasus perusahaan yang mulai beroperasi sejak tahun 1989 untuk pulp dan tahun 1993 untuk rayon ini sudah seperti benang kusut. Didirikan dengan Surat Keputusan Bersama Menteri Negara Riset dan Teknologi/ Ketua BPPT dan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor SK/681/ M/BPP/XI/1986 dan Nomor Kep/43/MNKLH/11/1986, perusahaan ini disahkan dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) menjadi Penanaman Modal Asing (PMA) dengan Surat Keputusan Menteri Investasi/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 07/ V/1990. Di satu sisi, warga di sekitar lokasi pabrik tak henti-hentinya bersuara lantang menolak keberadaannya di Tanah Bona Pasogit itu. Berbagai aksi penentangan warga-dari yang lunak sampai yang memakan korban-telah terjadi. Aksi mengumpulkan massa ataupun mengirim delegasi ke instansi pemerintah atau wakil rakyat di Medan dan di Jakarta sudah berulangkali terjadi. Di sisi lain, pemerintah belum memberi kepastian konkret statusnya secara hitam-putih. Walau pemerintahan Abdurrahman Wahid dalam sidang kabinet telah memutuskan membuka kembali pabrik ini tetapi hanya pabrik pulp-nya dan menutup secara total pabrik rayonnya, kenyataannya tak mudah juga bagi Indorayon untuk menjalankan "keputusan" ini. Apalagi, legalitas keputusan itu pun sebagaimana dikemukakan Direktur Utama Indorayon Drs Bilman Butarbutar MBA, baru bersifat lisan. Bagi pemerintah, PT IIU masih menyisakan "harapan" akan pemasukan dari investasi asing. Apalagi, dalam kampanyenya untuk beroperasi kembali, PT IIU menyatakan akan memberikan satu persen dari hasil bersihnya kepada Kabupaten Toba Samosir (Tobasa). Ini sebuah pemasukan tidak main-main yaitu sekitar Rp 6,6 milyar setahun. Dalam era otonomi, memang jumlah ini menggiurkan bagi Kebupaten Tobasa (baca: Paradigma Baru Indorayon, Bukan Sekadar Ganti Baju?). Saat masih beroperasi sampai dengan tahun 1997, pabrik ini telah menghasilkan total sekitar 1,5 juta ton pulp dan sekitar 200.000 ton rayon. Itu artinya pemasukan devisa bagi Indonesia sekitar Rp 1,7 trilyun.
Pendapat saya : Menarik sekali untuk membahas case ini dimana perusahaan PT Inti Indorayon Utama sebagai perusahaan cukup kompeten dalam menghasilkan pendapatan cukup besar pertahunnya, di jadikan sebagai bahan perbincangan di pemerintahan dimana perusahaan ini harus di tutup atau tetap di jalankan. Pada masa perusahaan ini berjalan banyak warga sekitar yang tidak setuju terhadap berjalannya perusahaan ini dan masyarakat tidak tanggung-tanggung menggerakan massa untuk mendemontrasikan perusahaan tersebut.
Dari masalah yang diatas sangat terlihat jelas perusahaan PT Inti Indorayon Utama tidak bersahabat dengan masyarakat lingkungan perusahaannya, seharusnya perusahaan ini mencari simpatik terhadap warga dengan memberikan program-program kegiatan yang menguntungkan warga, serta memberikan penyuluhan yang tepat terhadap masyarakan sekitar.